Thursday 6 December 2012

Review: Life Of Pi (2012)

"A stunning and powerful drama that teaches us about faith."

Director: Ang Lee. Screenplay: David Magee (based on novel by Yann Martel), Cast: Suraj Sharma, Irffan Khan, Adil Hussain, Rafe Spall. Studio: 20th Century Fox. Runtime: 127 min.


Masih teringat betul ketika 6 tahun lalu saya merasa terpuaskan setelah membaca sebuah novel tentang kisah seorang remaja yang terdampar di tengah samudera luas. Ya, novel Life of Pi buah dari jari-jari tangan Yann Martel, seorang penulis Kanada kelahiran Spanyol, menyajikan sebuah kisah penuh drama yang juga memberikan fantasi tersendiri bagi pembaca lewat deskripsi yang indah lewat kata-kata. Sempat terpikir bahwa Life of Pi merupakan sebuah "unfilmable novel" alias novel yang sulit diangkat ke film karena membutuhkan visualisasi ekstra jika harus diangkat ke layar lebar.

Adalah sutradara pemenang Oscar asal Taiwan, Ang Lee, yang dipuja lewat Brokeback Mountain namun dicerca lewat Hulk, berhasil menerjemahkan tulisan Martel di atas kertas menjadi sebuah film yang komplet akan audio visual nan menawan, iringan musik yang pas, serta pesan moral yang kuat. Lee mendekorasi film ini sedemikian rupa lewat teknologi 3D yang memanjakan mata (dan juga CGI tentunya) yang dicampur dengan drama penuh haru serta akting kuat dari Suraj Sharma sebagai aktor utama.

Piscine "Pi" Patel dewasa (Irffan Khan), mendapat kesempatan untuk menceritakan kisah terbesar dalam hidupnya kepada seorang penulis lokal (Rafe Spall). Pi mengisahkan bahwa sewaktu masih remaja ia tinggal di sebuah keluarga yang memiliki kebun binatang di Pondicherry, India. Meskipun keluarganya bukan keluarga yang religius, Pi memilih untuk mendalami 3 agama sekaligus: Hindu, Kristen, serta Islam. Kedekatannya dengan Tuhan inilah yang harus diuji saat ia menghadapi musibah ketika kapal yang ia tumpangi beserta keluarganya saat akan pindah ke Kanada tenggelam karena badai besar.


Pi yang menggunakan sekoci untuk menyelamatkan diri harus menghadapi kenyataan bahwa ayah, ibu, serta saudara kandungnya hilang ditelan samudera. Meski begitu, tersisa beberapa hewan koleksi kebun binatang keluarganya yang turut serta dibawa dalam perjalanan ke Kanada bersamanya. Seekor zebra yang terluka, orang utan, hyena, serta harimau Benggali yang memiliki nama sama dengan ayah si manusia laba-laba dari Marvel, Richard Parker. Seiring berjalannya waktu dan sesuai dengan hukum alam serta rantai makanan, Richard mulai menghabisi "teman-teman"-nya satu demi satu, hingga akhirnya tinggal ia dan Pi yang tersisa di atas sekoci tersebut.

Titik balik film pun dimulai. Mulai dari sini, film memasuki masa sunyi, dan hebatnya Ang Lee bersama sinematografer Claudio Miranda dan tim visual Rhythm & Hues berhasil mengakali hal ini dengan tampilan gambar nan memukau. Pengalaman Miranda di film The Curious Case of Benjamin Button dan Tron: Legacy berbicara banyak. Detail laut serta lingkungan sekitarnya nyaris sempurna. Fauna-fauna laut, visualisasi langit dan bintang yang begitu indah, begitu halusnya bulu Richard Parker hingga suasana laut yang glowing in the dark waktu malam pun seolah tampak sebagai lukisan raksasa nan indah yang membentang di dalam studio bioskop. Tensi cerita yang sedikit menurun berhasil ditutupi dengan baik oleh aspek visual. Menonton versi 3D film ini akan jauh lebih berharga, kedalaman gambar yang ditampilkan sangat detail. Mata anda akan dipuaskan hingga titik orgasme.




Pi Patel: ".....it is important not to lose hope."

Life of Pi semakin lengkap dengan music score yang pas dan adaptasi naskah David Magee yang berhsil diterjemahkan dengan baik dari novelnya. Naskah dan dialog yang ada benar-benar kuat dan menghinoptis penonton. Ditambah lagi dengan performa akting kelas satu dari Suraj Sharma. Meski berstatus sebagai pendatang baru di dunia film (bahkan ini merupakan debutnya di layar lebar), Suraj berhasil mewujudkan karakter Pi yang religius, cerdas, hingga emosional dengan begitu baik. Masih ingatkah anda dengan Tom Hanks yang berakting sendirian dan bertingkah layaknya orang gila, berbicara dengan sebuah bola voli di nyaris sepanjang film Cast Away? Akting Suraj mengingatkan kita kepada karakter Hanks tersebut.

Above all, inti dari film ini adalah petualangan Pi dalam mencari jati diri didasari konflik batin dan spiritual yang terhampar di pertengahan hingga akhir film. Apa yang akan anda lakukan jika berada di posisi Pi, itulah pertanyaan tersirat yang terselip setelah menonton film ini. Emosi penonton pun dibawa naik turun dari awal hingga akhir cerita, membuat Life of Pi sama sekali tak layak untuk ditinggal ke toilet saat film masih berlangsung.

Akhirnya saat credit title mulai muncul di layar bioskop, saya hanya bisa termenung takjub atas visualisasi novel Martel yang benar-benar di luar ekspektasi. Tak salah jika memasukkan Life of Pi sebagai salah satu nominasi Oscar 2013, terutama dari segi teknis dan naskah.



Rate: 9 out of 10 / A

No comments:

Post a Comment