Wednesday 1 August 2012

Review: 127 Hours (2010)

"When Every Second Counts..."

Sutradara: Danny Boyle. Screenplay: Boyle & Simon BeaufoyCast: James Franco, Kate Mara, Amber Tamblyn. Studio: 20th Century Fox. Runtime: 94 min.

Entah mengapa saya merasa lebih excited tiap kali menonton film yang diangkat berdasarkan true story. Mungkin karena tipe film seperti ini memiliki pesan moral yang lebih mudah dicerna. Selain itu, kejadian-kejadian yang ada di dalamnya bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga penonton bisa merasa lebih nyaman untuk mengikuti jalan ceritanya.

127 Hours diangkat berdasarkan buku Between a Rock and a Hard Place dan kisah nyata nan mengharukan Aron Ralston, seorang pendaki tebing yang terjepit di dalam sebuah celah bebatuan di daerah Blue John Canyon, Utah. April 2003, Ralston harus berjuang sekuat tenaga melepaskan diri dari keadaan tersebut atau kehidupannya akan berakhir. Selama 5 hari, nasib Ralston berada di tangannya sendiri. Ia tak bisa mengharapkan bantuan siapa-siapa karena ia pergi ke tempat tersebut tanpa memberitahu keluarga maupun kerabatnya.

Danny Boyle sebagai sutradara masih belum bisa 'melepaskan diri' dari teknik sinematografi yang mantap, seperti yang dia lakukan di Slumdog Millionaire maupun 28 Days Later. Penggambaran Blue John Canyon sangat indah, penonton seolah diajak berkunjung ke planet lain. Mulai dari pancaran sinar matahari yang cerah, warna coklat pudar tebing yang memanjakan mata, hingga suara kicau burung dari kejauhan. Adegan-adegan awal dimana Ralston menyusuri daerah tersebut dengan sepeda, lalu melanjutkannya dengan berjalan kaki bersama dua orang climber lain yang ia temui juga ditampilkan dengan sangat baik. Proses editing yang dilakukan Jon Harris benar-benar memukau, tak salah jika 127 Hours sampai masuk nominasi Oscar di kategori editing.


Setelah diajak 'berjalan-jalan' bersama Ralston, penonton mulai memasuki bagian dimana tensi film menanjak secara drastis. Ralston jatuh ke dalam celah bebatuan, tangan kanannya tertindih sebuah batu raksasa. Ia terjebak. Hanya beberapa peralatan mendaki, sebuah handycam, dan sedikit makanan serta minuman yang menjadi temannya pada saat itu. Ralston harus menghadapi kesendirian, krisis makanan, hingga cuaca yang tak bersahabat selama 127 jam terberat dalam hidupnya.

Inilah tantangan terberat bagi James Franco. Ia harus melakukan hal yang cukup sulit buat seorang aktor, tampil seorang diri di depan kamera hampir sepanjang 90% durasi film. Hasilnya? Menawan. Pemilihan eks pemeran Harry Osborn di trilogi Spider-Man ini untuk memerankan Ralston rasanya sangat tepat. Kita 'dihajar' oleh Franco di celah bebatuan yang sempit, mulai dari berbagai imajinasi terdalamnya, bagaimana ia memanfaatkan peralatan dan makanan yang tersisa, bagaimana ia harus bertahan seorang diri di tempat yang terisolasi dari dunia luar. Begitupun ekspresi yang Franco tunjukkan, mulai nyeleneh, kecewa, hinga frustrasi, terlihat natural. Adapun sosok Ralston yang diperankan Franco juga seolah menampar saya lewat flashback memori yang dia alami selama terjebak, terutama bagian dimana ia merindukan keluarganya. Terkadang di saat paling kelam dan terdesak, rasa cinta akan keluarga atau seseorang baru menyeruak ke permukaan.

Aron: "This rock... this rock has 
been waiting for me my entire life!!"

Iringan musik yang dihadirkan oleh A.R. Rahman juga layak mendapat apresiasi. Rahman membuat penonton ikut bergabung dengan Ralston lewat musik yang dihadirkan. Mulai dari tempo perlahan hingga musik yang menghentak, score film ini terasa pas. Iringan musiknya sangat menyatu dan melebur bersama tiap adegan yang ada.

Danny Boyle menampilkan 127 Hours sedikit mirip dengan Slumdog Millionaire. Mulai dari penggubahan score lewat tangan A.R.Rahman, sama-sama memasukkan unsur flashback sepanjang film, hingga tampilan gambar yang begitu jernih dan tidak mengecewakan penonton. Kekurangan film ini adalah masa lalu Ralston kurang di-eksplor secara gamblang (hanya dijelaskan lewat flashback sedikit demi sedikit) sehingga membuat penonton sedikit menerka-nerka bagaimana latar belakang si pendaki tebing ini.

Rasanya 6 nominasi Oscar sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana kualitas film yang satu ini. Durasi 94 menit dihadirkan dengan baik, jalan cerita mengalir apa adanya, dan sekali lagi akting Franco memberi warna lebih buat 127 Hours. Selain itu, Aron Ralston versi nyata juga lah yang membuat film ini menjadi hidup. Semangat hidupnya, sikap pantang menyerah yang ia miliki tak bisa dijelaskan lewat kata-kata. Terakhir, pesan moral yang bisa saya ambil adalah, mari kita syukuri kehidupan ini, nikmati setiap detik yang kita lewati, karena kita tidak pernah tahu apa akan yang terjadi esok hari.

Rate: 8 out of 10 stars / B

Aron Ralston sewaktu terjebak di Blue John Canyon.



No comments:

Post a Comment